Abstrak. Senyawa garam diazonium dapat digunakan untuk beerbagai keperluan sintesis, salah satunya ialah senyawa “azo dyes.” Pada percobaan kali ini, garam yang digunakan ialah m-nitroanilin dengan dua pengupling, masing-masing ialah p-naftol dan o-nitrofenol. Senyawa “azo dyes” yang dibuat dengan skala mikro di laboratorium kimia organik ini kemudian dibuktikan mengalami sintesis kombinatorial lewat uji spektroskopi IR yang dilakukan pada keduanya.
Pendahuluan
Tujuan dari percobaan ini adalah menganalisis senyawa “azo dyes” dengan kromatografi lapis tipis dan spektroskopi IR
Prinsip dari percobaan ini adalah menyintesis senyawa “azo dyes” dengan mekanisme reaksi subtitusi elektrofilik pada ujung diazoniumnya. Garam diazonium merupakan senyawa yang bermanfaat karena dapat diubah menjadi beragam gugus fungsi, umumnya menjadi reaksi kunci untuk mendaptkan benzena tersubtitusi dan juga dapat digunakan dalam reaksi kupling diazonium:
Sebagian besar produk dari sintesis ini banyak digunakan sebagai pewarna tekstil, karena warnanya yang cerah. Pewarna ini termasuk dalam senyawa kimia yang dikenal sebagai “azo dyes.” Sintesis kombinatorial digunakan untuk mendapatkan beragam jenis senyawa dengan beragam fungsi dalam reaksi yang dilakukan secara bersamaan. Dalam sintesis ini, kita dapat menarik kesimpulan dari hubungan antara struktur dan gugus fungsinya. Terdapat dua pendekatan dalam sintesis kombinatorial, yaitu sintesis dan split. Perbedaannya terletak pada sintesis individu masing-masing komponen dan ujinya. Pada sintesis parallel, setiap senyawa dibuat dan diuji secara terpisah, sedangkan pada paralel sebaliknya. Maka dari itu, hasil uji sintesis split memerlukan proses deconvolution
Percobaan
Pembuatan senyawa azo dyes terdiri atas dua proses utama, yaitu:
Diazotisasi garam
Garam diazonium merupakan amina primer aromatic yang direaksikan dengan asam nitrat. Reaksi berjalan menurut persamaan:
Pada reaksi kali ini, yang digunakan sebagai sumber garam diazoniumnya ialah m-nitroanilin. M-nitroanilin pertama kali direaksikan dengan asam nitrat sehingga hidrogen dari aminanya tergantikan oleh nitrogen. Setelah membentuk ikatan rangkap tiga antar atom nitrogen yang elektrofilik, barulah kemudian ditambahkan asam klorida. Ujung amina tersubtitusi yang elektroflik kemudian diserang oleh ion klorida, sehingga menjadi garam diazonium. Garam yang terbentuk kemudian disaring menggunakan corong Buchner untuk memisahkannya dengan air.
Reaksi kupling
Garam diazonium yang terbentuk memiliki dipol semi-permanen karena kerhadiran klorida, sehingga nukleofil yang berasal dari ikatan rangkap benzena dapat menyerang ujung garam yang elektrofil. Pada percobaan ini, reagen pengupling yang digunakan ialah 2-naftol dan 4-nitrofenol. Mula-mula reagen pengupling ini dilarutkan dalam larutan NaOH dan diletakkan dalam penangas es. Setelah reagen pengupling larut, barulah ditambahkan garam diazonium yang telah dibuat secara perlahan-lahan dengan pengadukan agar efektivitas reaksi meningkat. Ketika proses pencampuran dan pengadukan ini, tabung reaksi tetap berada dalam penangas es. Hal yang dapat diamati adalah perubahan warnanya. Garam dizonium yang berasal dari m-nitroanilin berwarna kuning, akan tetapi ketika ditambahkan 2 naftol, warnanya berubah menjadi merah bata, sedangkan pada 4-nitrofenol warnanya berubah menjadi kecoklatan. Setelah semua pereaksi dicampurkan, ke dalam tabung reaksi ditambhakan pula asam klorida pekat dan diajaga pH-nya agar berada pada nilai 3-4.
Kemudian NaCl turut ditambahkan dan larutan dipanaskan hingga mendidih. Ketika hampir mendidih, hal yang dapat diamati adalah terbentuknya 2 lapisan, dengan fasa padatan diatas. Wadah lalu didinginkan pada suhu kamar dan produk yang terbentuk dikumpulkan menggunakan corong Buchner.
Hasil dan pembahasan:
Ketika HNO2 dicampur dengan m-nitroanilin dan dimasukkan ke dalam larutan asam klorida, perlahan-lahan terbentuk endapan, mengindikasikan terbentuknya endapan garam diazonium yang berwarna kuning. Baik filtrat dan residu berwarna kuning cerah, sekalipun berbeda fasa. Seharusnya, warna larutan adalah bening, karena menurut persamaan reaksi 1.1, produk yang dihasilkan adalah garam diazonium dan air. Akan tetapi, warna larutan masih kuning, yang berarti tidak semua m-nitroanlin bereaksi. Dalam pembuatan garam ini, keadaan yang perlu diperhatikan ialah suhu saat reaksi, dijaga agar dingin (ditaruh dalam penangas es) akan tetapi tidak juga dibawah 00C. Reaksi dijaga dalam pengangas es karena ketika bereaksi, kalor yang dilepaskan dari reaksi ini dapat mendekomposisi garam dan menjadikannya nitrofenol. Akan tetapi, ketika suhunya terlalu rendah, asam nitrat tidak bisa berubah menjadi ion nitrat yang dapat bereaksi dengan m-nitroanilin.
Gambar 1 Resonansi ion nitrat
Ion nitrat yang bersifat elektrofil karena nitrogennya bermuatan positif diserang oleh nitrogen dari amina primer benzena , mekanismenya mengikuti reaksi subtitusi elektrofilik.
Garam diazonium klorida yang terbentuk kemudian direaksikan dengan 2-naftol dan 4-nitrofenol. Karena ion klorida merupakan leaving group yang baik, reaksi kesetimabangan dapat berjalan ke arah produk.
Pada reaksi ini, campuran dibiarkan dalam penangas es karena alasan yang serupa dengan pembuatan garam, yaitu mencegah terdekomposisinya aminobenzen menjadi fenol. Kemudian larutan yang telah tercampur dikristalisasi untuk mendapatkan senyawa azo yang murni.
Gambar 2 Resonansi kation nitrosil
Ketika ditambahkan dengan 2-naftol, warna endapan yang terjadi adalah merah bata. Hal ini dikarenakan penambahan 2 gugus benzena pada naftol menyebabkan resonansi lebih banyak, sehingga energi rendah-menyerap sinar pada panjang gelombang yang lebih besar.
Gambar 3. 2-naftol
Sedangkan, produk yang diperkirakan akan terjadi adalah:
Gambar 4. Senyawa diazo aminobenzen-naftol
Lalu, ketika ditambahkan 4-nitrofenol, warna yang terjadi adalah endapan kecoklatan, yang tidak seekstrim perubahan warnanya jika dibandingkan dengan penambahan 2-naftol.
Gambar 5. O-nitrofenol
Sedangkan, produk yang diperkirakan terjadi adalah:
Gambar 6. Senyawa diazo-niitroanilin
Setelah semua reaksi dilakukan, uji yang dilakukan pada kedua produk ini adalah uji kromatografi serta spektrum IR yang digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang ada dalam produk. Melalui uji kromatografi, faktor retensi untuk produk dengan reagen pengupling:
a. 2-naftol
b. 4-nitrofenol
Uji spektrum IR-nya menghasilkan:
Gambar 7. Spektrum IR bagi diazo dengan reagen pengupling 2-naftol
Gambar 8. Spektrum IR bagi diazo dengan reagen pengupling 4-nitrofenol
Dapat dilihat pada spektrum IR dengan pengupling 2-naftol lebih banyak puncak-puncak dibanding dengan reagen pengupling 4-nitrofenol. Hal ini bisa dijelaskan dari struktrunya yang lebih kompleks. Pada keduanya, masih terdapat spektrum IR bagi C rangkap tiga dengan N, yang mengindikasikan bahwa pembentukan garam daizoniumnya belum sempurna, tidak semuanya bereaksi dengan asam nitrat. Mungkin hal ini disebabkan karena asam nitrat tidak mendapatkan kondisi optimal untuk membentuk ion nitrat. Lalu, pada spektrum IR yang kedua, ditemukan pula adanya gugus O-H, padahal seharusnya tidak. Hal ini disebabkan karena pada waktu peletakkan di penangas es tidak tepat dan seringkali diangkat untuk melihat terbentuknya endapan, yang menyebabkan terdekomposisinya diazo menjadi fenol.
wahaa, gambarnya ga kebawa
BalasHapus