WELCOME

Hai, ini tulisan-tulisan yang saya buat waktu praktikum, mudah-mudahan bermaanfat bagi yang suka kimia kaya saya,
*Baca sambil minum kopi lebih nikmat kayanya :)

Viva Chem-Is-Try!

Jumat, 29 April 2011

Reaksi Kondensasi Senyawa Karbonil: Pembuatan Dibenzalaseton

Abstrak. Kondensasi senyawa karbonil banyak dilakukan sebagai starting material penambahan rantai karbon baru dalam suatu senyawa. Senyawa karbonil bisa berkondensasi dengan dirinya sendiri dan senyawa karbonil lainnya. Selain kondensasi, reaksi yang juga dapat terjadi adalah reaksi cannizaro. Dalam percobaan yang pertama, reagennya adalah 4-metoksibenzaldehid dan aseton menghasilkan senyawa turunan dibenzalaseton sedangkan percobaan kedua reagennya adalah benzaldehid yang mengalami reaksi disproporsionasi membentuk benzil alkohol dan asam benzoat dengan bantuan KOH.

Pendahuluan

Tujuan dari percobaan ini adalah:
-          Menentukan faktor retensi kromatografi lapis tipis senyawa dibenzalaseton dari reaksi mixed aldol Claisen-Schmidt 
-          Menentukan faktor retensi kromatografi lapis tipis, titik leleh serta pengukuran spektrum IR bagi senyawa hasil reaksi Cannizaro

Reaksi kondensasi senyawa karbonil banyak dilakukan karena merupakan salah satu jalan pintas untuk menciptakan rantai karbon baru. Reaksi ini terjadi antara dua senyawa yang memiliki gugus karbonil dengan bantuan basa. Seperti adisi nukleofilik pada gugus karbonil, salah satu senyawa berperan sebagai nukleofilik oleh bantuan basa. Mekanisme reaksi umum:

Dalam percobaan kali ini, yang disintesis adalah dibenzalaseton. Dibenzalaseton dapat dibuat melalui kondensasi aseton dengan benzaldehid dalam suasana basa.
Selain kondensasi senyawa karbonil, reaksi yang mungkin terjadi ialah reaksi Cannizaro. Pada percobaan kali ini, benzaldehid direaksikan dengan KOH dengan reaksi sebagai berikut:


Percobaan

Pembuatan senyawa turunan dibenzalaseton

 4-Metoksibenzaldehid diambil sebanyak 2,5 mL dan dilarutkan didalam 1 mL aseton dan 25 mL etanol, kemudian ke dalam labu Erlenmeyer dimasukkan juga 5 % NaOH sebanyak 10 mL, larutan diguncangkan selama 10 menit (warna larutan kuning). Setelah larutan diguncangkan, labu Erlenmeyer tersebut ditutup dan ditaruh dalam penangas es. Lama kelamaan pada larutan terbentuk Kristal dibenzalaseton yang berwarna kuning. Rendemen kemudian disaring dengan corong Buchner dan agar rendemen yang didapat murni, dilakukan rekristalisasi. Padatan dibenzalaseton merupakan Kristal kuning yang strukturnya memanjang. Kemudian, rendemen yang didapatkan ditentukan titik leleh dan beratnya. Tidak lupa dilakukan uji spektrum IR dan kromatografi lapis tipisnya.

Reaksi Cannizaro

Larutan KOH (3 gram dalam 6 mL air) ditambahkan benzaldehid ke dalamnya dan kemudian larutan ini direfluks sambil dipanaskan selama 30 menit. Campuran reaksi kemudian didinginkan pada suhu kamar lalu dipindahkan ke dalam corong pisah. Campuran reaksi selanjutnya diekstraksi dengan eter. Kedua fasa dipisahkan, fasa air ditambahkan HCl untuk suasana asamnya lalu kemudian diletakkan dalam penangas es. Kristal asam benzoat disaring dan dikristalisasi. Serangkaian uji (berat, titik leleh dan kromatografi) dilakukan pada senyawa ini. Sedangkan fasa eter disaring ke dalam labu Erlenmeyer lainnya dan eter diuapkan, benzil alkohol yang masih tersisa di dalam larutan ditimbang dan diuji kromatografi lapis tipis.

Hasil dan pembahasan:

Pada reaksi pembentukan senyawa dibenzalaseton dan reaksi Cannizaro, keduanya memakai basa untuk mendapatkan ion enolat dari senyawa karbonil dan menjadikannya nukleofil untuk menyerang “partner” reaksinya yang elektrofilik. Reaksi berlangsung pada temperature rendah untuk mendapatkan ion enolat yang terjadi secara kinetik, yang memiliki rintangan sterik yang lebih kecil dibandingkan pembentukan ion enolat yang terjadi secara termodinamik, sesuai dengan produk yang kita inginkan.

Senyawa dibenzalaseton

Pada pembuatan senyawa dibenzalaseton, reagen yang dipakai ialah benzaldehid dan aseton dalam suasana basa. Kondensasi senyawa karbonil yang terdiri dari dua reagen berbeda menghasilkan kombinasi produk yang bermacam-macam, untuk itulah reagen yang dipakai perlu diperhatikan agar produk yang tidak diinginkan dapat dihindari. Pada percobaan ini, penggunaan benzaldehid sangat tepat untuk menghasilkan senyawa dibenzalaseton, karena benzaldehid tidak memiliki hidrogen alfa, sehingga tidak memungkinkan pembentukannya menjadi ion enolat yang bertindak sebagai nukleofil, sedang aseton bisa menjadi ion enolat karena adanya basa NaOH yang ditambahkan. 

NaOH yang tersedia di dalam laboratorium berwujud padatan, padahal yang diinginkan ialah larutan 5 % NaOH 10 mL.:


Setelah dilakukan penimbangan, berat dibenzalaseton yang didapatkan adalah 3,04 gram. Menurut reaksi, 1 mol aseton akan bereaksi dengan 2 mol benzaldehid. Oleh karena itu, dapat dicari senyawa yang menjadi pereaksi pembatas dengan perhitungan:

Maka, yang menjadi pereaksi pembatasnya ialah aseton, sehingga secara teori, dibenzalaseton yang didapatkan seharusnya 3,05 gr.


Reaksi Cannizaro

Reaksi Cannizaro merupakan reaksi disproporsionasi senyawa karbonil yang tidak memiliki hidrogen alfa dengan pereaksi basa. Senyawa karbonil yang digunakan pada percobaan kali ini adalah benzaldehid dan basa yang digunakan ialah KOH.
Mekanisme reaksi umum:


Dapat dilihat bahwa benzaldehid yang bereaksi dengan ion hidroksi dan menghasilkan senyawa (I) dan (II) yang lebih sulit. Keduanya menghasilkan produk yang sama di akhir, kombinasi antara keduanya.
Keduanya dipisahkan dengan corong pisah lalu diekstraksi dengan eter. Asam benzoate yang lebih polar akan berada dalam fasa air dan benzil alkohol dalam fasa eter. HCl pekat ditambahkan pada fasa air untuk optimalisasi pembentukan Kristal asam benzoat yang berwarna putih, sedangkan eter diuapkan untuk mendaptkan larutan benzil alkohol murni berwana kecoklatan.

Reaksi Kupling Diazonium: Sintesis Kombinatorial “Azo Dyes”


Abstrak. Senyawa garam diazonium dapat digunakan untuk beerbagai keperluan sintesis, salah satunya ialah senyawa “azo dyes.” Pada percobaan kali ini, garam yang digunakan ialah m-nitroanilin dengan dua pengupling, masing-masing ialah p-naftol dan o-nitrofenol. Senyawa “azo dyes” yang dibuat dengan skala mikro di laboratorium kimia organik ini kemudian dibuktikan mengalami sintesis kombinatorial lewat uji spektroskopi IR yang dilakukan pada keduanya.

Pendahuluan


Tujuan dari percobaan ini adalah menganalisis senyawa “azo dyes” dengan kromatografi lapis tipis dan spektroskopi IR
Prinsip dari percobaan ini adalah menyintesis senyawa “azo dyes” dengan mekanisme reaksi subtitusi elektrofilik  pada ujung diazoniumnya. Garam diazonium merupakan senyawa yang bermanfaat karena dapat diubah menjadi beragam gugus fungsi, umumnya menjadi reaksi kunci untuk mendaptkan benzena tersubtitusi dan juga dapat digunakan dalam reaksi kupling diazonium:
Sebagian besar produk dari sintesis ini banyak digunakan sebagai pewarna tekstil, karena warnanya yang cerah. Pewarna ini termasuk dalam senyawa kimia yang dikenal sebagai “azo dyes.” Sintesis kombinatorial digunakan untuk mendapatkan beragam jenis senyawa dengan beragam fungsi dalam reaksi yang dilakukan secara bersamaan. Dalam sintesis ini, kita dapat menarik kesimpulan dari hubungan antara struktur dan gugus fungsinya. Terdapat dua pendekatan dalam sintesis kombinatorial, yaitu sintesis dan split. Perbedaannya terletak pada sintesis individu masing-masing komponen dan ujinya. Pada sintesis parallel, setiap senyawa dibuat dan diuji secara terpisah, sedangkan pada paralel sebaliknya. Maka dari itu, hasil uji sintesis split memerlukan proses deconvolution


Percobaan

Pembuatan senyawa azo dyes terdiri atas dua proses utama, yaitu:

Diazotisasi garam

Garam diazonium merupakan amina primer aromatic yang direaksikan dengan asam nitrat. Reaksi berjalan menurut persamaan:
Pada reaksi kali ini, yang digunakan sebagai sumber garam diazoniumnya ialah m-nitroanilin. M-nitroanilin pertama kali direaksikan dengan asam nitrat sehingga hidrogen dari aminanya tergantikan oleh nitrogen. Setelah membentuk ikatan rangkap tiga antar atom nitrogen yang elektrofilik, barulah kemudian ditambahkan asam klorida. Ujung amina tersubtitusi yang elektroflik kemudian diserang oleh ion klorida, sehingga menjadi garam diazonium. Garam yang terbentuk kemudian disaring menggunakan corong Buchner untuk memisahkannya dengan air.

Reaksi kupling

Garam diazonium yang terbentuk memiliki dipol semi-permanen karena kerhadiran klorida, sehingga nukleofil yang berasal dari ikatan rangkap benzena dapat menyerang ujung garam yang elektrofil. Pada percobaan ini, reagen pengupling yang digunakan ialah 2-naftol dan 4-nitrofenol. Mula-mula reagen pengupling ini dilarutkan dalam larutan NaOH dan diletakkan dalam penangas es. Setelah reagen pengupling larut, barulah ditambahkan garam diazonium yang telah dibuat secara perlahan-lahan dengan pengadukan agar efektivitas reaksi meningkat. Ketika proses pencampuran dan pengadukan ini, tabung reaksi tetap berada dalam penangas es. Hal yang dapat diamati adalah perubahan warnanya. Garam dizonium yang berasal dari m-nitroanilin berwarna kuning, akan tetapi ketika ditambahkan 2 naftol, warnanya berubah menjadi merah bata, sedangkan pada 4-nitrofenol warnanya berubah menjadi kecoklatan. Setelah semua pereaksi dicampurkan, ke dalam tabung reaksi ditambhakan pula asam klorida pekat dan diajaga pH-nya agar berada pada nilai 3-4.
Kemudian NaCl turut ditambahkan dan larutan dipanaskan hingga mendidih. Ketika hampir mendidih, hal yang dapat diamati adalah terbentuknya 2 lapisan, dengan fasa padatan diatas. Wadah lalu didinginkan pada suhu kamar dan produk yang terbentuk dikumpulkan menggunakan corong Buchner.

Hasil dan pembahasan:

Ketika HNO2 dicampur dengan m-nitroanilin dan dimasukkan ke dalam larutan asam klorida, perlahan-lahan terbentuk endapan, mengindikasikan terbentuknya endapan garam diazonium yang berwarna kuning. Baik filtrat dan residu berwarna kuning cerah, sekalipun berbeda fasa. Seharusnya, warna larutan adalah bening, karena menurut persamaan reaksi 1.1, produk yang dihasilkan adalah garam diazonium dan air. Akan tetapi, warna larutan masih kuning, yang berarti tidak semua m-nitroanlin bereaksi. Dalam pembuatan garam ini, keadaan yang perlu diperhatikan ialah suhu saat reaksi, dijaga agar dingin (ditaruh dalam penangas es) akan tetapi tidak juga dibawah 00C. Reaksi dijaga dalam pengangas es karena ketika bereaksi, kalor yang dilepaskan dari reaksi ini dapat mendekomposisi garam dan menjadikannya nitrofenol. Akan tetapi, ketika suhunya terlalu rendah, asam nitrat tidak bisa berubah menjadi ion nitrat yang dapat bereaksi dengan m-nitroanilin.
Gambar 1 Resonansi ion nitrat
Canonical resonance structures for the nitrate ion
Ion nitrat yang bersifat elektrofil karena nitrogennya bermuatan positif diserang oleh nitrogen dari amina primer benzena , mekanismenya mengikuti reaksi subtitusi elektrofilik.
Garam diazonium klorida yang terbentuk kemudian direaksikan dengan 2-naftol dan 4-nitrofenol. Karena ion klorida merupakan leaving group yang baik, reaksi kesetimabangan dapat berjalan ke arah produk. 
Pada reaksi ini, campuran dibiarkan dalam penangas es karena alasan yang serupa dengan pembuatan garam, yaitu mencegah terdekomposisinya aminobenzen menjadi fenol. Kemudian larutan yang telah tercampur dikristalisasi untuk mendapatkan senyawa azo yang murni.





Gambar 2 Resonansi kation nitrosil

Ketika ditambahkan dengan 2-naftol, warna endapan yang terjadi adalah merah bata. Hal ini dikarenakan penambahan 2 gugus benzena pada naftol menyebabkan resonansi lebih banyak, sehingga energi rendah-menyerap sinar pada panjang gelombang yang lebih besar.
Gambar 3. 2-naftol

Sedangkan, produk yang diperkirakan akan terjadi adalah:
Gambar 4. Senyawa diazo aminobenzen-naftol
Lalu, ketika ditambahkan 4-nitrofenol, warna yang terjadi adalah endapan kecoklatan, yang tidak seekstrim perubahan warnanya jika dibandingkan dengan penambahan 2-naftol.





Gambar 5. O-nitrofenol
Sedangkan, produk yang diperkirakan terjadi adalah:
Gambar 6. Senyawa diazo-niitroanilin
Setelah semua reaksi dilakukan, uji yang dilakukan pada kedua produk ini adalah uji kromatografi serta spektrum IR yang digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang ada dalam produk. Melalui uji kromatografi, faktor retensi untuk produk dengan reagen pengupling:
a.      2-naftol



b.      4-nitrofenol

Uji spektrum IR-nya menghasilkan:
Gambar 7. Spektrum IR bagi diazo dengan reagen pengupling 2-naftol
 
Gambar 8. Spektrum IR bagi diazo dengan reagen pengupling 4-nitrofenol

Dapat dilihat pada spektrum IR dengan pengupling 2-naftol lebih banyak puncak-puncak dibanding dengan reagen pengupling 4-nitrofenol. Hal ini bisa dijelaskan dari struktrunya yang lebih kompleks. Pada keduanya, masih terdapat spektrum IR bagi C rangkap tiga dengan N, yang mengindikasikan bahwa pembentukan garam daizoniumnya belum sempurna, tidak semuanya bereaksi dengan asam nitrat. Mungkin hal ini disebabkan karena asam nitrat tidak mendapatkan kondisi optimal untuk membentuk ion nitrat. Lalu, pada spektrum IR yang kedua, ditemukan pula adanya gugus O-H, padahal seharusnya tidak. Hal ini disebabkan karena pada waktu peletakkan di penangas es tidak tepat dan seringkali diangkat untuk melihat terbentuknya endapan, yang menyebabkan terdekomposisinya diazo menjadi fenol.